HADITH DA’IF DAN PROBLEMATIKANYA

Rabu, 24 November 2010

Kata d}a>’if menurut bahasa , berarti yang lemah, sebagai lawan kata dari qawiy yang kuat. Sebagai lawan kata dari s}ahih, kata d}a>’if , juga berarti saqim (yang sakit).[2] Maka sebutan hadi>th d}a>’if , secara bahasa berarti h}adi>th yang lemah, yang sakit, atau yang tidak kuat.
Secara istilah, para ‘ulama mendefinisikannya dengan redaksi yang berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama. Beberapa definisi, diantaranya dapat dilihat di bawah ini.
al-Nawawi mendefinisikannya dengan:
ما لم يو جد فيه شر و ط ا لصحة و لا شر و ط ا لحسن
“H}adi>th yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadi>th s}ahih dan syarat-syarat hadi>th h}asan.”[3]
Sedang menurut Ajjaj al-Khathib  menyebutkan, bahwa h}adi>th d}a>’if ialah :
كل حد يث لم يجتمع فيه صفة ا لقبو ل
“Segala hadi>th yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul.”[4]
Sifat-sifat yang maqbul dalam definisi di atas, maksudnya ialah sifat-sifat yang terdapat dalam h}adi>th-h}adi>th yang s}ahih dan yang h}asan. Karena yang s}ahih dan yang h}asan keduanya memenuhi sifat-sifat maqbul. Dengan demikian, definisi yang disebut kedua ini sama dengan definisi yang menyebutkan, sebagai berikut:
ا لحد يث ا لذ ي لم يجتمع فيه صفا ت الصحيح و لا صفا ت الحسن
“H}adi>th yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat s}ahih dan h}asan”[5]
Menurut Nur al-Din ‘Itr, bahwa definisi yang paling baik, ialah :
ما فقد شرطا من شرو ط الحد يث المقبول
“H}adi>th yang hilang salah satu syarat dari syarat-syarat h}adi>th maqbul.”[6]
Pada definisi yang disebut terakhir ini disebutkan secara tegas, bahwa jika satu syarat saja dari syarat h}adi>th maqbul (h}adi>th s}ahih atau h}adi>th h}asan) tidak terpenuhi atau hilang, berarti h}adi>th itu tidal maqbul, yang berarti mardu>d. Dengan kata lain, h}adi>th itu adalah d}a>’if. Lebih banyak syarat yang hilang, berarti h}adi>th itu lebih tinggi nilai ked}a>’if annya.
2. Kriteria H}adi>th D}a>’if
Dari pemaparan definisi h}adi>th d}a>’if , bahwa h}adi>th d}a>’if adalah h}adi>th yang tidak memenuhi syarat-syarat h}adi>th maqbul, maka bisa disimpulkan bahwa kriteria h}adi>th d}a>’if adalah:
  1. Sanadnya terputus.
  2. Perawinya tidak ‘adil
  3. Perawinya tidak d}a>bit.
  4. Mengandung shadh.
  5. Mengandung Illat.

B. Macam-macam dan Kategori H}adi>th D}a>’if
Dari segi diterima atau tidaknya suatu h}adi>th untuk dijadikan hujjah, maka h}adi>th Ah}ad dibagi menjadi dua yaitu h}adi>th maqbul dan h}adi>th mardu>d. Yang termasuk h}adi>th maqbul adalah h}adi>th s}ahih dan h}asan, yang termasuk h}adi>th mardu>d adalah h}adi>th d}a>’if dengan segala macamnya. Selanjutnya , penulis akan menguraikan secara singkat kategori h}adi>th d}a>’if menurut kriteria h}adi>th d}a>’if yakni; 1) d}a>’if dari segi keterputusan sanad, 2) keadilan periwayat, 3) ked}a>bitan periwayat, 4) mengandung shadh, dan 5) mengandung Illat.

1. D}a>’if dari segi keterputusan sanad.
Yang dimaksud adalah terputusnya silsilah sanad sebab gugurnya scorang perawi atau banyak, baik yang dilakukan secara sengaja atau tidak oleh sebagian perawi. Mulai dari awal sanad, akhirnya atau dari tengahnya baik secara jelas atau tidak.
Di antara h}adi>th d}a>’if karena terputus sanadnya adalah:
a. H}adi>th Mu’allaq
Adalah h}adi>th yang gugur perawinya, baik seorang, atau lebih pada awal sanad. Dan h}adi>th  itu tersebut dinisbatkan kepada perawi di atas yang digugurkan.[7]
Contoh:
قال النبى صلىالله عليه واسلم: الله احق ان يستحيىمن الناس [8]
جده
ابيه
بحزبن حكيم
ابى                 يحيى                                    معاذ بن معاذ     يزيد بن هارون
عبدالله بن مسلمة         ابن بشار                                          احمد بن منيع
التر مذى                        البخارى                       ابو داود
1. Jika kita mengambil h}adi>th Bukhary, maka h}adi>th  itu bersanad; Bahz bin Hakim,  ayah Bahz, yakni Hakim bin Mu’a>wi>yah dan kakeknya, yakni Mu’a>wi>yah bin Haidah al-Qusyairy, salah seorang s}ahaby yang terkenal.
2.  Jika kita mengambil h}adi>th Abu> Dau>d, maka h}adi>th  itu bersanad; ‘Abd Alla>h bin Maslamah , ‘Ubay, Bahz bin Hakim, ayah Bahz, dan kakek Bahz, atau sanad yang lain yang terdiri dari; Ibn Bashar, Yahya, Bahz bin Hakim, ayah Bahz, dan Kakek Bahz.
3. Jika memperhatikan h}adi>th al-Turmudhy, maka sanad h}adi>th tersebut terdiri dari; Ahmad bin Mani’, Mu’a>dh bersama Yazid bin Harun, Bahz bin Hakim, ayah bahz dan kakek Bahz.
Dari perbandingan sanad-sanad dari tiga imam pentahrij h}adi>th tersebut, bahwa Imam Bukhary menggugurkan sanad, sekurang-kurangnya seorang, sebelum Bahz bin Hakim, sebab Imam Bukhary dengan Bahz bin Hakim tidak hidup dalam satu generasi. Dengan demikian h}adi>th Bukhary ini adalah h}adi>th mu’allaq. Sedang h}adi>th Abu> Dau>d dan al-Turmudhy adalah h}adi>th muttashil (bersambung sanadnya).[9]
Hukum h}adi>th mu’allaq ditolak karena sanad yang digugurkan tidak dapat diketahui sifat dan keadaan secara meyakinkan. Namun h}adi>th mu’`allaq bisa dianggap maqbul, bila sanad yang digugurkan itu discbutkan oleh h}adi>th yang bersanad lain. Seperti h}adi>th mu’allaq yang terdapat dalam s}ahih Buhkary (sebanyak 1341 buah) dan s}ahih  Muslim (sebanyak 3 buah). Meski demikian , h}adi>th  itu tidak dapat dikatakan s}ahih secara mutlak, tetapi perlu diadakan penelitian bagi orang yang mampu menjelaskan perawi-perawinya. Yaitu dengan 4 macam kemungkinan:
1. Dapat bertemu dengan syarat-syarat (Bukhary). Hanya tidak di-ittishal-kan karena sudah dipandang cukup dengan sanad yang ada ditempat lain. Atau dengan maksud untuk meringkasnya.
2. Tidak bertemu dengan syarat-syaratnya tetapi s}ahih menurut syarat-syarat muh}adi>thin yang lain.
3. Merupakan h}adi>th  h}asan yang patut untuk berhujjah.
4. Merupakan h}adi>th  d}a>if yang bukan karena cacatnya perawi, tetapi hanya karena terputusnya sanad, yang tidak seberapa ked}a>ifannya. [10]
b. H}adi>th Munqat}i’
Adalah h}adi>th yang gugur pada sanadnya seorang perawi, atau pada sanad tersebut disebutkan seseorang yang tidak dikenal namanya.[11] Ada juga yang mendefinisikan dengan h}adi>th yang gugur seorang perawinya sebelum s}ahabat pada satu tempat, atau gugur dua orang perawinya pada dua tempat, yang tidak berturut-turut.[12]
Dengan dua definisi di atas, diketahui bahwa gugurnya perawi pada h}adi>th munqat}i’, tidak terjadi pada t}abaqah’ pertama (t}abaqah’ s}ahabat) tetapi pada t}abaqah’ berikutnya, mungkin t}abaqah’ kedua, ketiga atau keempat. Kemudian, bahwa yang digugurkan itu terkadang dua orang dengan tidak berturut-turut.[13]
Contoh h}adi>th munqat}i’’ yang gugur perawinya (sanadnya) seorang sebelum s}ahabat, seperti h}adi>th yang ditahrijkan oleh Ibn Majah dan al-Turmudhy dengan matan dan sanad sebagai berikut:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم ا ذا دخل المسخد قا ل : بسم الله وا الصلا ة والسلا م على رسول الله ,اللهم اغفر لي ذ نوبى وافتح لى  ابوا ب رحمتك[14]
فا طمة الزهرا
?
فا طمة بنت الحسين
عبد الله بن الحسن
الليث   (ابن ابى سليم)
اسما عيل بن ابرا هيم
على بن حجر               ابو بكر بن ابى شيبة
التر مذ ى                        ابن ما جه
H}adi>th yang ditakhrijkan oleh Ibn Majah dengan sanad-sanad: Abu>> Bakar Abi> Shaibah, Isma>il bin Ibra>hi>m, al-Laith, ‘Abd Alla>h bin H}asan, Fat}imah binti H}usain, dan Fat}imah al-Zahra>. Putri Rasu>l Alla>h SAW., ini terdapat inqit}a’(keguguran) seorang perawi (sanad) sebelum Fat}imah al-Zahra>. Sebab Fat}imah binti H}usain tidak pernah bertemu dengan Fat}imah al-Zahra> yang wafat sebulan setelah Rasu>l Alla>h SAW., meninggal dunia.[15]
Secara umum ‘ulama’ sepakat tentang d}a>’if dan ditolaknya h}adi>th munqat}i’‘ sebagai hujjah, karena disebabkan oleh perawi-perawi yang dibuang.
c. H}adi>th Mursal
Adalah h}adi>th yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud gugur di sini, ialah nama sanad terakhir, yakni s}ahabat tidak disebutkan. Padahal s}ahabat adalah orang pertama menerima h}adi>th dari Rasu>l Alla>h SAW. Al-Hakim merumuskan definisi h}adi>th mursal dengan:
H}adi>th yang disandarkan (langsung) oleh tabi’in kepada Rasu>l SAW., baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir-nya. Tabi’in tersebut, baik termasuk tabi’in kecil maupun tabi’in besar.”[16]
Perwujudan dari ta’rif tersebut, ialah perkataan tabi’in kecil maupun besar , yang menegaskan tentang apa yang telah dikatakan atau diperintahkan oleh Rasu>l Alla>h SAW.  tanpa menerangkan dari s}ahabat mana berita itu diperolahnya. Misalnya tabi’in kecil berkata:
قال رسول الله صلىالله عليه واسلم كذا …….
فعل رسول الله صلىالله عليه واسلم كذا …….
فعل الصحا بى بحضرة رسول الله صلىالله عليه واسلم كذا …….
Berdasar definisi yang dikemukakan al-Hakim di atas, diketahui adanya dua macam h}adi>th mursal, yaitu mursal al-Jali dan mursal al-Khafi. Mursal al-Jali ialah h}adi>th mursal yang pengguguran nama s}ahabat dilakukan oleh tabi’in besar, sedang mursal al-Khafi, ialah pengguguran nama s}ahabat dilakukan oleh tabi’in kecil.
Disamping kedua macam h}adi>th mursal di atas, ada juga yang disebut dengan mursal al-S}ahabi, yaitu h}adi>th yang diriwayatkan oleh seorang s}ahabat, akan tetapi ia sendiri tidak langsung menerima dari Rasu>l Alla>h SAW., karena mungkin ia masih kecil atau tidak hadir pada majelis rasu>l pada saat h}adi>th itu diwurudkan.[17]
Contoh :
ان ر سول الله صلى الله عليه و سلم خرج الى مكة يوم عام الفتح في رمضا ن فصام حتى بلغ الكد يد ثم افطر فا فطر الناس [18]
H}adi>th di atas diriwayatkan oleh Malik dari Ibn Syibah dari ‘Ubayd Alla>h bin ‘Abd Alla>h bin Atabah dari ‘Abd Alla>h bin Abbas ra. Menurut al-Qabisy, h}adi>th termasuk h}adi>th mursal S}ahabi, karena saat itu Ibn Abbas tidak ikut pergi bersama Rasu>l Alla>h SAW., beliau di rumah bersama orang tuanya. Jadi tidak menyaksikan perjalanan tersebut.[19]
Terhadap h}adi>th mursal al-S}ahabi ini, di antara para ‘ulama ada yang memandang sebagai h}adi>th yang muttasil (bersambung). Mereka beralasan, bahwa para s}ahabat biasa melakukan periwayatan di antara sesamanya, dan mereka adalah orang-orang yang dinilai ‘adil.[20] Kata a-Suyuti, dalam kitab S}ahih karya al-Bukhary dan Muslim banyak di dapat h}adi>th – h}adi>th mursal semacam ini.
Sedangkan h}adi>th mursal al-Jali dan mursal al-Khafi dari segi dapat tidaknya dijadikan hujjah penulis sepakat membagi hukum kehujjahan h}adi>th mursal kategori ini menjadi tiga:
Pertama, dapat dijadikan hujjah secara mutlak, seperti yang dipegang oleh Abu> Hanifah, Malik, Ahmad (menurut satu pendapat), dan pendapat sebagian ahli ilmu.
Kedua, tidak boleh dijadikan hujjah secara mutlak. Sebagaimana dikatakan al-Nawawi dari jumhur ‘ulama ahli h}adi>th, al-Shafi’i, kebanyakan ‘ulama ahli fiqih dan ahli ushu>l.
Ketiga, boleh menggunakan h}adi>th mursal apabila ada riwayat lain, yang musnad, atau yang mursal lagi, atau yang sudah menjadi amalan sebagian s}ahabat.[21]
d. H}adi>th Mu’dlal
Artinya h}adi>th yang gugur perawi-perawinya, dua orang atau lebih secara berturut-turut. Baik s}ahabat bersama tabi’in, tabi’in bersama tabit al-tabi’in, maupun dua orang sebelumnya.[22] Ibn al-Madini dan para ‘ulama sesudahnya mengatakan, bahwa gugurnya h}adi>th mu’dlal itu lebih dari satu orang.[23] Ini artinya, batas jumlah yang gugur itu tidak ditentukan,berapa pun banyaknya, asal saja lebih dari satu.
Contoh h}adi>th mu‘dlal yang gugur perawinya dua orang sebelum s}ahabi, seperti h}adi>th Imam Malik yang termuat dalam Kitab Muwat}t}a’:
للمملو ك طعا مه و كسو ته  [24]

ابو هر يرة
ابيه
محمد بن عجلا ن
بكيربن الا شبح                                           ما لك
عمرو بن الحا رث
ابن وهب
مسلم
Imam Malik dalam Muwat}t}a’ nya langsung meriwayatkan dari Abu>> Hurayrah. Padahal ia seorang tabi’ al-tabi’in, sudah tentu tidak mungkin bertemu apalagi mendengar h}adi>th itu langsung dari Abu>> Hurayrah. Dengan demikian, ada dua orang perawi yang digugurkan.
Dari hasil penyelidikan bahwa Imam Muslim meriwayatkan h}adi>th tersebut melalui sanad-sanad Ibn Wahbin, ‘Amr bin al-­Harith, Bukhair bin al-Asyaj, Muhammad bin ‘Ajlan, ayah ‘Ajlan dan Abu>> Hurayrah ra. Dengan demikian dua perawi yang digugurkan Imam Malik adalah Muhammad bin ‘Ajlan dan ayahnya.[25]
H}adi>th mu’dlal ini tidak dapat dijadikan hujjah, karena banyak sanad yang dibuang. Ia lebih buruk daripada h}adi>th munqat}i’, sedangkan h}adi>th munqat}i’ lebih buruk daripada h}adi>th mursal. Padahal h}adi>th mursal tidak dapat dijadikan hujjah. Mu’dlal lebih buruk keadaannya dari pada munqat}i’ terjadi apabila keterputusannya jadi satu tempat dari sanad. Kalau keterputusan tadi ada di dua tempat atau lebih, maka keadaan h}adi>th  munqat}i’ sama buruknya dengan h}adi>th  mu’dlal.[26]
e. H}adi>th Mudallas
Artinya h}adi>th yang tiada disebut di dalam sanad atau sengaja digugurkan oleh seseorang perawi nama gurunya dengan cara memberi faham, bahwa ia mendengar sendiri h}adi>th itu dari orang yang disebut namanya itu. Perbuatan itu dinamai : tad-lis.
Mudallas dibagi dua, tadlis isnad dan tadlis suyukh.
Tadlis isnad yaitu; h}adi>th yang disampaikan oleh seorang perawi dari dari orang yang semasa depannya dan ia bertemu sendiri dengan orang itu, meskipun ia tidak bisa mendengar langsung darinya. Atau dari orang yang sama dengannya, tetapi tidak pernah bertemu, dan ia menciptakan gambaran bahwa ia mendengar langsung dari orang tersebut.
Misalnya perkataan Ali bin Khashram: “Kami sedang berada dekat Sufyan bin ‘Unaiyah. Ia berkata : ‘al-Zuhri berkata demikian.’ Lalu ia ditanya: “Adakah engkau mendengar ini dari dari al-Zuhri?” Sufyan menjawab:”Yang menceritakan kepadaku adalah ‘Abd al-Razaq yang menerima dari Ma’mar dari al-Zuhri. Jadi Sufyan hidup semasa dengan al-Zuhri dan pernah bertemu, tetapi ia tidak mengambil h}adi>th  dari al-Zuhri secara langsung, melainkan ia mengutipnya dari ‘Abd al-Razaq. Sedangkan ‘Abd al-Razaq menerimanya dari Ma’mar. Dan Ma’mar meriwayatkan dari al-Zuhri. Tadlis (manipulasi) di sini  ialah tindakan Sufyan menggugurkan dua orang gurunya dan menyampaikan h}adi>th dengan bentuk yang menggambarkan seolah-olah ia mendengar langsung dari al-Zuhri.[27]
Tadlis Syuyukh, yaitu h}adi>th diriwayatkan dengan memberi sifat kepada perawinya dengan sifat yang lebih agung daripada kenyataan, atau memberinya nama dengan kunyah (julukan) dengan maksud menyamarkan masalahnya. Di antara salah satu contohnya: bila seseorang mengatakan:”orang yang sangat alim lagi teguh pendiriannya menceritakan kepadaku,” atau “penghapal yang sangat kuat hapalannya menceritakan kepadaku.”
Contoh tadlis syuyukh:
حد ثنا عبد الله  بن ابي عبيد ا لله
Yang dimaksudkan dengan ‘Abd Alla>h ini adalah Abu>> Bakar bin Abi> Dau>d  al-Sijistaniy. Perawi hanya menyebut gurunya atau memberikan nisbat.[28]
Menurut Ibn S}alah, al-Khatib al-Baghdadi menggemari jenis ini dalam karya-karyanya. Di antaranya bahwa al-Khatib meriwayatkan dalam kitabnya bersumber dari Abu>> Qasim al-Azhari, dari Ubayd Alla>h bin Abi al-Fath al-Fasi dan Ubayd Alla>h bin Ahmad bin ‘Uthman al-S}airafi, sedangkan semuanya adalah orang yang sama. Al-Khatib juga meriwayatkan dari al-H}asan bin Muhammad al-Khilal, dari al-H}asan bin Abi> T}alib dan dari Abu> Muhammad al-Khilal, yang semua nama itu orangnya satu.[29]
Disamping kedua macam tadlis di atas, sebagian ‘ulama membagi tadlis dalam beberapa jenis, diantaranya apa yang dinamakan tadlis  at}af (merangkai dengan kata “dan”). Seperti kalau seorang perawi berkata:”Fulan dan Fulan menceritakan kepadaku”, padahal sebenarnya ia mendengar dari orang yang kedua. ada juga tadlis sukut, misanya perawi mengatakan:”Aku mendengar” atau “Telah bercerita kepadaku”, kemudian dia diam, baru setelah beberapa saat ia melanjutkan: “al-A’masi……”umpamanya. Hal tersebut mengesankan seolah-olah ia mendengar dari al-A’masi, padahal sebenarnya ia tidak mungkin mendengar langsung dari al-A’masi. Jenis yang lain ialah tadlis taswiyah. Yaitu periwayatan oleh seseorang dengan menggugurkan perawi yang bukan gurunya, karena dianggap lemah atau muda usianya, sehingga h}adi>th tersebut hanya diriwayatkan oleh orang-orang terpercaya saja, agar dapat diterima dan ditetapkan sebagai h}adi>th s}ahih . Ini jenis tadlis yang paling buruk, karena mengandung penipuan yang keterlaluan.[30]
2. D}a>’if dari segi keadilan periwayat.
a. H}adi>th Mawd}u’
Dari segi bahasa, h}adi>th mawd}u’ berarti palsu atau h}adi>th yang dibuat-buat.  Ajjaj al-Khatib, mendefinisikan h}adi>th mawd}u’ adalah:  H}adi>th yang disandarkan kepada  Rasu>l Alla>h SAW., secara dibuat-buat dan dusta , padahal beliau tidak mengatakan, melakukan atau menetapkannya.[31]
Contoh h}adi>th mawd}u’ , misalnya h}adi>th  yang dibuat-buat oleh ‘Abd al- Rahman bin Zayd bin Aslam, ia katakan bahwa h}adi>th itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan selanjutnya dari Rasu>l Alla>h SAW., bunyinya demikian:
ان سفينة نوح طا فت بالبيت سبعا و صلت عند المقا م ركعتين[32]
Makna h}adi>th itu tersebut di atas tidak masuk akal.
H}adi>th mawd}u’ merupakan seburuk-buruk h}adi>th d}a>’if. Siapa yang mengetahui kepalsuannya, maka ia tidak boleh meriwayatkannya dengan menyandarkan kepada Rasu>l Alla>h SAW., kecuali dengan maksud untuk menjelaskan kepalsuannya. Rasu>l Alla>h SAW. memberikan peringatan sebagai berikut:
من كذب على متعمد فليتبوا مقعده من النا ر ) رواه البخا رى ومسلم و غيرهما[33] (
b. H}adi>th Matruk
Adalah h}adi>th yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam per h}adi>than.[34] Yang dimaksud dengan-perawi yang tertuduh dusta adalah orang yang terkenal dalam pembicaraannya sebagai pendusta, tetapi belum terbuktikan. Adapun perawi yang tertuduh dusta disebut dengan matruk al- h}adi>th (orang yang ditinggalkan h}adi>thnya).
Contoh:
حد ثنا يعقوب بن سفيا ن بن عا صم , حد ثنا محمد بن عمرا ن, حدثن عيسى بن ز يا د , حد ثنا عبد الر حيم بن زيد  عن ابيه عن سعيد بن ا لمسيب عن عمر بن الخطاب قال: قال ر سول الله صلى الله  عليه و سلم : لو لا النساء    لعبد الله حقا[35]
Menurut Ibn ‘Addy, dua orang perawi yaitu ‘Abd al-Rahim dan ayahnya (Zayd) adalah orang yang matruk.[36]
c. H}adi>th Munkar
H}adi>th munkar secara bahasa berarti, h}adi>th yang  diingkari atau h}adi>th  yang tidak dikenal. Sedangkan batasan secara istilah yang tepat adalah h}adi>th  yang diriwayatkan oleh perawi yang d}a>’if yang menyalahi atau berlawanan dengan perawi yang thiqah.[37] Lawan h}adi>th munkar adalah h}adi>th ma’ruf. Adapun contoh h}adi>th munkar adalah sebagai berikut:




من اقا م الصلا ة و اتى الز كاة و حخ البيت و صام و قر ى الضيف د خل الجنه[38]
ابن عبا س                             محمد  رسول الله
ابن عبا س
معروف                                       منكر       العيزاربن حر يث
ابو اسحا ق                                  ابو اسحا ق
حبيب بن حبيب
الثقا ت                                     ابن ابى حا تم
Menurut Abu> Hatim, h}adi>th di atas munkar. Sebab Hubayib bin Habib termasuk perawi yang waham dan matruk. Tambahan ia meriwayatkan h}adi>th  tersebut secara marfu’, padahal perawi-perawi yang thiqah meriwayatkannya secara mawqu>f.
3. D}a>i’f dari segi ked}a>bitan periwayat
a. H}adi>th Maqlub
H}adi>th maqlub adalah ha}di>th yang terbalik lafaznya pada matan, nama seseorang atau nasabnya dalam sanad. Dengan demikian perawi mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan, mengakhirkan apa yang sebenarnya didahulukan. Dan pembalikan itu bisa terjadi pada matan ataupun pada sanad.[39]
Contoh tukar menukar pada matan, ialah h}adi>th Muslim dari Abu>> Hurayrah r.a :
…..ور جل تصد ق بصد قة ا خفا ها حتى لا تعلم يمينه ما تنفق شما له [40]
H}adi>th ini terjadi pemutar-balikan dengan h}adi>th  riwayat Bukhary atau riwayat Muslim sendiri, pada tempat lain, yang berbunyi :
…..حتى لا تعلم شما له ما تنفق يمينه
Contoh tukar menukar pada sanad terjadi, misalnya perawi Ka’ab bin Murah tcrtukar dengan Murrah bin Ka’ab dan Muslim bin Wahid tertukar dengan Wahid bin Muslim.
b. H}adi>th Mudraj
H}adi>th mudraj, dari segi bahasa berarti h}adi>th yang dimasuki sisipan. Sedang dari segi istilah  berarti h}adi>th  yang di masuki sisipan yang sebenarnya bukan bagian h}adi>th  itu. Sisipan itu bisa pada sanad, bisa pada matan, dan bisa pada keduanya.[41]
Contoh idraj pada matan, seperti h}adi>th Ibn Mas’ud r.a yang mewartakan bahwa Rasu>l Alla>h bersabda:
من مات لا يشرك با لله شيئا دخل الجنة . و من مات يشرك به شيئا دخل النار[42]
Ternyata setelah diselidiki dengan jalan membandingkannya dengan riwayat lain, kalimat yang terakhir adalah kalimat Ibn Mas’ud sendiri.[43]
c. H}adi>th Mushahhaf
H}adi>th yang terjadi karena perubahan kalimat  baik secara lafzi atau maknawi.
Contoh:
ا ن النبي صلى الله عليه و سلم قا ل: من صام رمضان و اتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر [44]
Perkataan sittan yang artinya enam, oleh Abu>> Bakar al-Sawly diubah dengan syaian yang berarti sedikit. Dengan demikian rusak maknanya.[45]
d. H}adi>th Muharraf
Adalah h}adi>th yang menyalahi h}adi>th riwayat orang lain. Terjadi karena pcrubahan shakal kata dengan masih tetap bentuk tulisannya.[46]
Yang dimaksud dengan shakal adalah tanda hidup (harakat) dan tanda mati (sukun).
Contoh:
ر مي ابي يوم اللا حزاب على الكحله فكواه رسول الله صلى الله عليه و سلم
Ghandar mentahrifkan h}adi>th tersebut dengan Abi (ayahku) padahal sebenarnya ‘Ubay bin Ka’ab. Berarti orang yang dihujani panah itu adalah ayah Jabir.  Padahal ayah Jabir telah meninggal saat perang Uhud, yang mana terjadi sebelum perang Ahzab.[47]
e. H}adi>th Mukhtalit
Ialah h}adi>th yang perawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar dan hilang kitabnya. Yang dimaksud dengan buruk hafalannya ialah jika salahnya lebih banyak daripada benarnya dan hafalannya tidak lebih banyak dari lupanya. H}adi>th ini juga termasuk shadh dan tidak dapat dipakai hujjah. Kalau buruk hafalannya terjadi setelah lanjut usia maka h}adi>thnya disebut h}adi>th mukhtalit.
f. H}adi>th Mud}t}arrab
Adalah h}adi>th yang diriwayatkan dengan jalan yang berbeda-beda, yang sama kuatnya.[48]
Dengan demikian, berarti bahwa h}adi>th mud}t}arrab adalah sebuah h}adi>th yang diriwayatkan oleh seorang perawi dengan beberapa jalan yang berbeda, yang tidak mungkin dikumpulkan atau ditarjihkan. Id}t}arrab adakalanya terjadi pada sanad dan adakalanya terjadi pada matan.
Contoh h}adi>th mud}t}arrab pada matan, seperti h}adi>th :
عن انس رضى الله عنه قال :ان النبى صلى الله عليه وسلم و ابا بكروعمر فكانوا يفتتحون القراءة با لحمدلله ربالعا لمين .[49]
Menurut al-Hafidz Ibn Abd al-Barr, bahwa h}adi>th basmalah tersebut banyak, dengan lafadz yang berbeda-beda dan saling dapat bertahan , yakni tidak dapat ditarjihkan maupun dikompromikan. Antara lain h}adi>th yang diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Nasa’iy, Ibn Khuzaimah yang juga bersumber kepada Anas r.a., dengan rangkaian kalimat :
فكانوالايجهرون ببسم الله الرحمن الرحيم
Di samping itu ada juga beberapa perawi yang meriwayatkan, bahwa para s}ahabat sama membaca basmalah dengan keras, ujarnya:
فكانوا يجهرون ببسم الله الرحمن الرحيم
Dengan demikian, h}adi>th tersebut adalah h}adi>th mud}t}arrab .
g. H}adi>th Mubham, Majhul dan Mastur
H}adi>th mubham artinya, h}adi>th yang di dalam matan atau sanad terdapat seorang perawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan. Keibhaman perawi h}adi>th tersebut dapat terjadi, karena tidak disebutkan namanya atau disebutkan namanya, tetapi tidak dijelaskan siapa sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu, sebab tidak mustahil bahwa nama itu dimiliki beberapa orang.[50]
H}adi>th mubham itu ada yang terdapat pada matan, dan ada yang terdapat pada sanad. Contoh h}adi>th mubham yang terdapat pada matan ialah h}adi>th ‘Abd Alla>h bin ‘Amr bin ‘Ash r.a, yang mewartakan:
ان رجلا سئا ل النبى صلى الله عليه و سلم : اى الاء سلام خير قا ل : تطعم الطعام وتقرا السلام على من عر فت و من لم تعرف[51]
Menurut penyelidikan Al-Suyuti bahwa orang laki-laki yang bertanya kepada Rasu>l Alla>h SAW. ialah Abu>> Dzarr r.a.[52]
Sedangkan  contoh h}adi>th mubham yang terdapat pada sanad, seperti h}adi>th  Abu> Dau>d yang diterimanya dari:
حجاج عن رجل عن ابي هر يرة رضي الله عنه عن البى صلى الله  عليه و سلم قا ل: المؤ من غر كريم
Dalam h}adi>th tersebut Hajjaj tidak menerangkan nama perawi yang memberikan h}adi>th kepadanya. Oleh karena itu sulit sekali untuk menyelidiki identitasnya.[53]
H}adi>th Majhul adalah h}adi>th yang diriwayatkan seorang perawi yang jelas identitasnya, namun belum teruji keahliannya, dan tidak ada perawi thiqah yang meriwayatkannya.
H}adi>th Mastur adalah h}adi>th yang diriwayatkan seorang perawi yang terkenal keadilan dan d}a>bitnya, tetapi belum mendapat dukungan atau pengakuan mayoritas masyarakat.[54]
4. D}a’>if dari segi Shadh.
H}adi>th d}a’>if karena mengandung shadh adalah h}adi>th shadh. Dari segi bahasa shadh berarti h}adi>th yang ganjil. Sedangkan batasan h}adi>th shadh adalah h}adi>th yang diriwayatkan oleh perawi yang dipercaya, tetapi h}adi>thnya itu berlainan dengan sejumlah perawi yang juga  dipercaya. H}adi>th tersebut  mengandung keganjilan dibandingkan dengan h}adi>th-h}adi>th lain yang lebih kuat. Keganjilan itu bisa pada matan atau sanad atau pada keduanya.
Selain h}adi>th shadh ada juga yang dikenal dengan h}adi>th mahfuz} , yaitu h}adi>th yang diriwayatkan orang yang lebih thiqah yang menyalahi riwayat orang yang thiqah. Contoh h}adi>th shadh pada sanad, ialah h}adi>th:
ان رجلا تو فى على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يدع وارثا ءالا مولى اعتقه. فقال النى صلعم : هل له فقا لوا : لا,ءالا غلام اعتقه. فجعل النبى صلعم ميرا ثه[55]
الشاذ فى سند         ابن عباس                         المحفوظ             ابن عباس
عوسجه                                                   عوسجه
عمروبن دينا ر                                          عمروبن دينا ر
حمادبن زيد                                              ابن عيينه          ابن جريج
اصحابالسنن                                                 الترمذى
H}adi>th al-Turmudhy, yang bersanad Ibn ‘Uyainah, ‘Amr bin Di>na>r, ‘Ausajah dan Ibn ‘Abbas r.a adalah h}adi>th mahfuz}. Sebab h}adi>th tersebut, di samping mempunyai perawi-perawi yang terdiri dari orang-orang thiqah, juga mempunyai mutabi’ yaitu Ibn Juraij dan lainnya.
h}adi>th al-As}hab al-Sunan, yang bersandar Hammad bin Zayd, ‘Amr bin Di>na>r dan ‘Ausajah, adalah h}adi>th mursal; sebab ‘Ausajah meriwayatkan h}adi>th tersebut tanpa melalui s}ahabat Ibn ‘Abbas r.a. padahal dia adalah seorang tabi’iy. Hammad bin Zayd itu termasuk perawi yang thiqah, karenanya ia tergolong perawi yang diterima (maqbul) periwayatannya. Akan tetapi karena periwayatan Hammad bin Zayd itu berlawanan dengan periwayatan Ibn ‘Uyainah yang lebih rajih, karena sanadnya muttashil dan ada mutabi’nya. Maka h}adi>th al-Turmudhy yang melalui sanad Ibn ‘Uyainah-lah yang rajih dan disebut dengan h}adi>th mahfuz}, sedang h}adi>th al-Ashab al-Sunan yang bersanad Hammad bin Zayd, adalah marjuh dan disebut dengan h}adi>th shadh.[56]
Contoh h}adi>th shadh pada matan, seperti h}adi>th:
كان النبى صلعم اذا صلى ركعتى الفجر اضطجع على شقة الا يمن
“Konon Rasu>l Alla>h SAW. bila telah selesai sholat sunnat dua raka’at fajar, beliau berbaring miring di atas pinggang kanan”.
قال رسول الله صلعم : اذ صلى ا حد كم ركعتى الفجر فليضطجع على يمينه “Rasu>l Alla>h SAW. Bersabda:”Bila salah seorang dari kamu telah selesai sholat sunnat dua rakaat fajar, hendaklah ia berbaring miring di atas pinggang kanannya”.
المحفو ظ فى المتن            عاء ىشة                            الشا ذ فى المتن                 ابو هر يرة
عروة ابن الزبير                                                      ابو صا لح
ابو الا سود                                                            الاعمش
سعيد بن ابى ايوب                                                   ابو الوا حد
عبد الله بن يزيد
البخارى                                                              ابو داود
H}adi>th Abu> Dau>d, yang bersanad Abu> al-Wahid bin Ziyad, al-A’masy, Abu> S}alih dan Abu>> Hurayrah r.a., yang diriwayatkan secara marfu’ itu, adalah h}adi>th shadh pada matan. Hal itu dapat diketahui setelah meninjau h}adi>th Bukhary yang bersanad ‘Abd Alla>h bin Yazid, Sa’i>d bin Abi> Ayyub, Abu> al Aswad, ‘Urwah bin Zubair dan ‘A>ishah r.a. , dan riwayat perawi-perawi lain yang lebih thiqah.[57]
Dengan memperhatikan ta’rif h}adi>th munkar dan ma’ruf di satu pihak, dan h}adi>th shadh dan mahfuz} di pihak lain, maka dapat ditarik perbedaan-perbedaan sebagai berikut:
1. Bahwa h}adi>th shadh diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, tetapi menyalahi perawi lain yang lebih maqbul. Sedang h}adi>th munkar diriwayatkan oleh perawi yang ghairu-maqbul, menyalahi perawi yang maqbul.
2. H}adi>th shadh dan munkar sama-sama h}adi>th marjuh, sedang h}adi>th ma’ruf dan mahfuz}, kedua-duanya adalah h}adi>th yang rajih.
3. Hukum h}adi>th shadh adalah mardu>d. Hukum h}adi>th mahfuz} adalah maqbul.[58]
5. D}a>’if dari segi Illat.
H}adi>th d}a’>if karena mengandung illat adalah h}adi>th mu’allal. Yaitu h}adi>th yang terungkap mengandung cacat yang menodai kes}ahihannya, meskipun sepintas tampak bebas dari cacat. Illat tersebut kadang ada pada sanad, kadang ada pada matan saja dan kadang ada pada sanad dan matan sekaligus.[59]
Contoh:
عن سفيا ن الثو ري عن عمر بن د ينا ر عن ا بن عمر عن النبي صلعم قا ل : البيعا ن  با لخيا ر ما لم  يتفر قا[60]
‘Illat h}adi>th ini terletak pada `Amr bin Di>na>r, semestinya bukan dia yang meriwayatkan, melainkan ‘Abd Alla>h bin Di>na>r. Hal ini hanya ber’illat pada sanadnya, tetapi matannya tetap s}ahih.[61]
C. Kehujjahan h}adi>th d}a>’if
1. Dari segi sanad h}adi>th.
Dari segi sanad h}adi>th,  kehujjahan h}adi>th d}a>’if ada dua macam:
a. Bisa dijadikan hujjah apabila tingkat ketidak-d}abi>tan perawi  hanya sedikit.
Hal ini jika merujuk pendapat Ibn Rajab dalam Syarh ‘Illal al-Turmudzy (ditahkikkan oleh Nur al-Di>n ‘Itr). Beliau mengatakan: ”Dalam hal tarhib dan targhib, zuhud dan ‘adab, boleh saja menerima periwayatan dari orang-orang yang kurang kuat hafalannya, tetapi bukan dari mereka yang yang biasa dituduh sebagai pembohong. Sedangkan periwayatan dari orang-orang yang dicurigai atau diragukan kebenaran ucapannya, seharusnya dibuang saja. Begitulah yang dikatakan oleh Ibn Abi> Ha>tim dan selainnya”.[62]
Kemudian Imam al-Thauri menambahkan, bahwa yang dibolehkan oleh mereka hanyalah periwayatan dari sebagian perawi yang hafalannya agak lemah atau kurang cermat, meski mereka tidak termasuk sebagai imam yang ahli ilmu, dan mengetahui segala yang dkurangkan ataupun yang ditambahkan. Dan mereka ini orang-orang yang tak diragukan kejujuran dan kebenaran ucapannya. Keraguan yang ada hanya sekitar kuatnya hafalan mereka, kecermatan dan ketelitian mereka.[63] Demikian juga pendapat Imam al-Nawawi dalam muqadimah h}adi>th Arba’in al-Nawawiyahnya.
Kemudian al-Ha>fiz Ibn Hajar Asqalani termasuk ulama ahli h}adi>th lainnya menetapkan tiga syarat untuk dapat diterimanya periwayatan yang lemah dalam h}adi>th tarhib dan targhib . Pertama, kelemahan itu tidak keterlaluan. karenanya harus ditolak periwayatan tunggal dari orang yang memang dikenal pembohong atau hafalannya tidak akurat. Kedua, makna h}adi>th itu masih dapat dalam tema dasar umum yang diakui. Ketiga, dalam penerapannya, hendaknya tidak dipercayai sebagai h}adi>th yang tak diragukan asalnya dari Nabi SAW (bersikap ihtiya>t}).
b. Tidak bisa dijadikan hujjah apabila tingkat ketidak-d}abitan perawi banyak.
Hal ini sebagaimana keberadaan h}adi>th mawd}u’, matruk, munkar, maqlub, mudraj, mushahhaf dan yang lainnya, yang dikategorikan d}a>’if dari segi keadilan dan ked}abi>tan perawi.

2. Dari segi matan h}adi>th.
Dari segi matan h}adi>th, kehujjahan h}adi>th d}a>’if ada dua macam:
  1. Bisa dijadikan hujjah apabila matan h}adi>th berupa tarhib dan targhib, zuhud dan ‘adab.    Sedang masalah hukum-hukum shari>’ah, tidak boleh. Hal ini  pendapat para imam-imam seperti Ahmad ibn Hambal, ‘Abd al-Rahman ibn Mahdi>, ‘Abd Alla>h ibn al-Mubaraq yang mengatakan: “Jika kami meriwayatkan h}adi>th tentang halah, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanad-sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa, kami permudah sanadnya dan kami perlunak rawi-rawinya”.[64]
b.  Tidak bisa dijadikan hujjah, meski matan h}adi>th berupa tarhib dan targhib, zuhud dan ‘adab.
Hal ini jika merujuk pendapat Imam Muslim dalam muqadimmah kitab al-S}ahih-nya, bahwa h}adi>th-h}adi>th  tarhib wa targhib sekalipun,  hendaknya  tidak   diriwayatkan  kecuali  yang diterima  dari  mereka  riwayatnya dalam  hadith-hadith  hukum.  Demikian  juga  pendapat mahzab Bukhary, Yahya> ibn Ma’in, kemudian para ulama yang datang kemudian seperti Ibn Hazm dari mazhab Za>hiri, al-Qa>dhi ibn al-‘Arabi> dari mazhab Mali>ki dan Abu> Sha>mah dari mazhab Shafi>’i.[65] Kemudian tokoh-tokoh masa kini, seperti al-Shaih Ahmad Muhammad Sha>kir dan Muhammad Nashir al-Di>n al-Albani.
D. Kitab-kitab yang memuat H}adi>th D}a>’if
1. Kitab-kitab yang memuat h}adi>th d}a>’if
a. Al-mawd}u>at, karya al-Imam al-Hafiz Abu> al-Faraj ‘Abd al-Rahman bin al-Jawzi (W. 597 H). Kitab ini merupakan kitab yang pertama dan paling luas bah}asannya di bidang ini. Akan tetapi, kekurangan kitab ini adalah banyak sekali memuat h}adi>th yang tidak dapat dibuktikan kepalsuannya, melainkan, hanya berstatus d}a>’if, bahkan ada di antaranya yang berstatus h}asan dan s}ahih . Hal ini melebihi batas dan hanya dikira-kira saja.[66]
b. Al-La>li a1-Masnu>ah fi al-Ah}adi>th al-Mawd}u>’ah, karya al-Hafizh Jalal al-Din al-Suyuti (w. 911 H). Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Ibn al-Jawzi disertai penjelasan tentang kedudukan h}adi>th-h}adi>th yang bukan mawd}u’ ‘ dan ditambah dengan h}adi>th-h}adi>th mawd}u’ ‘ yang belum disebutkan oleh Ibn al-Jawzi.
c. Tanzih al-Shariah al-Marfuah an al-Ah}adi>th al-Shani>ah al-Mawd}u’ah, karya al-Hafizh Abu> al-H}asan Ali bin Muhamad bin Iraq aI-Kannani (w. 963 H). Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Ibn al-Jawzi dan tambahan al-Suyuti serta tambahan ‘ulama lainnya dalam kitab mereka.
d.  Al-Manar al-Munif fi> al-S}ahih  wa al-D}a>’if, karya lbn al-Qayyim al-Jawziyah (w. 751 H).
e.  Al-Masnu fi> al-H}adi>th al-Mawd}u’ , karya Ali al-Qari (w. 1014 H)[67]
f.  Al-D}u>’afak, karya Ibnu Hibban
g.  Mizan al- I’tidal, karya al-Dzahaby
h.  Al-Mursal, karya Abi> Dau>d
i.  Al-Illat karya al-Daruqut}ny
j.  Silsilatu al-Ah}adi>th al- D}a>’ifah wa al-Mawd}u’ ah wa al-Atsaruha al-Sayyi’ fil-Ummah, karya Muhammad Nashir al-Di>n al-Albani.
2. Kitab Biografi Perawi-Perawi D}a>’if dan yang diperdebatkan kualitasnya.
Kitab-kitab model ini hanya membahas biografi perawi­ perawi d}a>’if , yang berjumlah lebih besar dibandingkan dengan jumlah kitab-kitab khusus biografi para perawi thiqah.
Di antara kitab-kitab model ini adalah:
a. Al-Dhu’afa’ al-Kabir karya al-Bukhary.
b. Al- Dhu’afa’ al-Shagiir, karya beliau juga.
c. Al- Dhu’afa’ wa al-Matrukun, karya al-Nasa`iy yang disusun berdasarkan urutan huruf mu’jam dengan hanya memperhatikan huruf pertama dari setiap nama perawi.
d. Al- Dhu’afa’, karya Abu> Ja’far Muhammad bin ‘Amr al-’Uqayliy (-323 H). Kitab ini memuat biografi, aneka sebab para perawi d}a>’if , yang digolongkan dusta dan yang dituduh sebagai pemalsu h}adi>th .
e. Ma’rifat al-Majruhin Minal Muh}adi>thin. Karya Abu> Hatim Muhammad bin Ahmad bin Hibban al-Busti (354 H).
f.  Al-Kamil fi Dhu’afa’ al-Rijal, karya Abu> Ahmad ‘Abd Alla>h bin ‘Adiy al-Jurjaniy (-365 H).
g.  Mizan al-I’tidal fi Naqd al-Rijal, karya adz­-Dzahabiy.
h.  Lisan al-Mizan, karya Ibn Hajar al-Asqalaniy[68]vvvv

Hadist


 (Hadis membentuk Muslim tradisi lisan.)  (Tidak jelas persis bagaimana berbeda dari Sunnah kecuali bahwa seharusnya sedangkan Sunnah adalah kata-kata nabi seperti yang ditulis oleh rekan-rekannya, Hadis adalah perkataan dan hukum Muhammad yang mungkin telah dikirim tidak langsung.)
( Hadis (حديث) secara harfiah berarti bahwa yang baru dari antara hal-hal atau sepotong informasi). ( Bentuk plural adalah hadits (أحاديث) )...
 Sebuah hadis awalnya merupakan tradisi lisan tentang tindakan dan kebiasaan dan pendapat Muhammad. Dimulai dengan gejolak dari abad ke-7, mereka yang menerima hadits mulai mempertanyakan sumber-sumber mengatakan dihasilkan. ini dalam daftar pemancar, misalnya "mengatakan kepada saya bahwa B mengatakan kepadanya bahwa Muhammad berkata".  Daftar rantai kesaksian oleh sebuah hadis yang ditransmisikan disebut Isnad.  Teks itu sendiri kemudian dikenal sebagai matn.
The hadith were eventually recorded in written form, had their Isnad evaluated and were gathered into large collections mostly during the reign of Umar II (bin Abdul Aziz, grandson of Umar bin Khattab(RAA)2nd Caliph) during 8th century, something that solidified in the 9th century. hadits yang akhirnya direkam dalam bentuk tertulis, telah mereka Isnad dievaluasi dan dikumpulkan ke dalam koleksi besar kebanyakan pada masa pemerintahan Umar II (bin Abdul Aziz, cucu Umar bin Khattab (RAA) 2 Khalifah) selama abad ke-8, sesuatu yang dipadatkan di abad ke-9. These works are still today referred to in matters of Islamic law and History. Karya-karya ini masih hari dimaksud dalam hal hukum Islam dan Sejarah.
Traditions regarding the life of Prophet Muhammad and the early history of Islam were passed down orally for more than a hundred years after his death in 632. Tradisi tentang kehidupan Nabi Muhammad dan sejarah awal Islam diturunkan secara lisan selama lebih dari seratus tahun setelah kematiannya pada 632.
Muslim historians say that it was the caliph Uthman (the third caliph, or successor of Muhammad, who had formerly been Muhammad's secretary), who first urged Muslims both to write down the Qur'an in a fixed form, and to write down the hadith. sejarawan Muslim mengatakan bahwa itu adalah khalifah Utsman (khalifah ketiga, atau penerus Muhammad, yang sebelumnya telah's sekretaris Muhammad), yang pertama kali mendesak umat Islam baik untuk menuliskan Al Qur'an dalam bentuk tetap, dan untuk menulis hadits . Uthman's labors were cut short by his assassination, at the hands of aggrieved soldiers, in 656. Teman-buruh Utsman dipotong pendek oleh pembunuhan, di tangan tentara dirugikan, di 656.
The Muslim community then fell into a prolonged civil war, termed the Fitna by Muslim historians. Umat Islam kemudian jatuh ke dalam perang saudara yang berkepanjangan, disebut Fitna oleh sejarawan muslim. After the fourth caliph, Ali ibn Abi Talib, was assassinated, control of the Islamic empire was seized by the Umayyad dynasty in 661. Sesudah Khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib, dibunuh, kendali kerajaan Islam ditangkap dengan dinasti Umayyah di 661. Ummayad rule was interrupted by a second civil war (the Second Fitna), re-established, then ended in 758, when the Abbasid dynasty seized the caliphate, to hold it, at least in name, until 1258. Ummayad aturan terpotong oleh perang sipil kedua (yang Fitna Kedua), didirikan kembali, kemudian berakhir pada 758, ketika dinasti Abbasiyah merebut kekhalifahan, untuk menahannya, paling tidak dalam nama, sampai tahun 1258.
Muslim historians say that hadith collection and evaluation continued during the first Fitna and the Umayyad period. However, much of this activity was presumably oral transmission from early Muslims to later collectors, or from teachers to students. sejarawan Muslim mengatakan bahwa koleksi hadis dan evaluasi lanjutan selama Fitna pertama dan periode Umayyah,. Namun banyak dari kegiatan ini mungkin transmisi lisan dari Muslim awal untuk kolektor nanti, atau dari guru kepada siswa. If any of these early scholars committed any of these collections to writing, they have not survived. Jika salah satu ulama awal melakukan salah satu koleksi untuk menulis, mereka tidak selamat. The histories and hadith collections of today were written down at the start of the Abbasid period, more than one hundred years after the death of Muhammad. Sejarah dan koleksi hadits hari ini ditulis turun pada awal periode Abbasiyah, lebih dari seratus tahun setelah kematian Muhammad.
The scholars of the Abbasid period were faced with a huge body of miscellaneous traditions, some of them flatly contradicting each other. Para ulama periode Abbasiyah dihadapkan dengan tubuh besar tradisi aneka, beberapa dari mereka datar bertentangan satu sama lain. Many of these traditions supported differing views on a variety of controversial matters. Scholars had to decide which hadith were to be trusted as authentic narrations and which had been invented for various political or theological purposes. Banyak dari tradisi yang didukung perbedaan pandangan tentang berbagai hal kontroversial itu. Beasiswa untuk menentukan hadis itu harus dipercaya sebagai kisah yang otentik dan yang telah diciptakan untuk tujuan politik atau berbagai teologis. For this purpose, they used a number of techniques which Muslims now call the science of hadith. Untuk tujuan ini, mereka menggunakan sejumlah teknik yang umat Islam sekarang panggilan ilmu hadits.
The overwhelming majority of Muslims consider hadith to be essential supplements to and clarifications of the Qur'an, Islam's holy book. Mayoritas Muslim menganggap hadis menjadi suplemen penting untuk dan klarifikasi dari Al Qur'an, buku suci Islam. In Islamic jurisprudence, the Qur'an contains many rules for the behavior expected of Muslims. However, there are many matters of concern, both religious and practical, on which there are no specific Qur'anic rules. Muslims believe that they can look at the way of life, or sunnah, of Muhammad and his companions to discover what to imitate and what to avoid. Dalam hukum Islam, Al Qur'an berisi banyak aturan perilaku yang diharapkan dari umat Islam.. Namun, ada banyak hal yang memerlukan perhatian, baik agama dan praktis, yang terdapat khusus ada aturan Al-Quran Islam percaya bahwa mereka dapat melihat cara hidup, atau sunnah, dari Muhammad dan para sahabatnya untuk menemukan apa yang harus meniru dan apa yang harus dihindari. Muslim scholars also find it useful to know how Muhammad or his companions explained the revelations, or upon what occasion Muhammad received them. sarjana Muslim juga merasa berguna untuk mengetahui bagaimana Muhammad atau sahabatnya menjelaskan wahyu, atau pada kesempatan apa Muhammad menerima mereka. Sometimes this will clarify a passage that otherwise seems obscure. Kadang-kadang ini akan menjelaskan suatu bagian yang lain tampak jelas. Hadith are a source for Islamic history and biography. Hadis adalah sumber bagi sejarah Islam dan biografi. For the vast majority of devout Muslims, authentic hadith are also a source of religious inspiration. Bagi sebagian besar Muslim yang taat, hadits otentik juga merupakan sumber inspirasi agama.
However, some contemporary Muslims argue that the Quran alone is sufficient. Namun, beberapa muslim kontemporer berpendapat bahwa Quran saja sudah cukup. Examples of such Muslims groups are Tolu-e-Islam (Resurgence of Islam), Free Minds, and United Submitters International. Contoh kelompok-kelompok Muslim tersebut Tolu-e-Islam (Kebangkitan Islam), Bebas Pikiran, dan Amerika menyerahkan diri Internasional. Muslims who take the "Qur'an alone" viewpoint are regarded as deviant by mainstream Muslim scholars, and by the vast majority of Muslims. Muslim yang mengambil "Al Qur'an saja" sudut pandang dianggap sebagai menyimpang oleh para sarjana Muslim mainstream, dan oleh sebagian besar umat Islam.
The origins of some verses and statements in the Hadith cannot be verified. Asal-usul dari beberapa ayat dan pernyataan dalam hadis tidak bisa diverifikasi.
Muslim scholars classify hadith relating to Muhammad as follows: sarjana Muslim menggolongkan hadits yang berkaitan dengan Muhammad sebagai berikut:
* What Muhammad said (قول) (qawl) * Apakah Muhammad berkata (قول) (qawl)
* What Muhammad did (فعل) (fi'l) * Apa yang Muhammad lakukan (فعل) (fi'l)
* What Muhammad approved (تقرير) (taqrir) in others' actions * Apakah Muhammad disetujui (تقرير) (taqrir) dalam tindakan orang lain
There are also hadith relating to the words and deeds of the companions, but they may not have the same weight as those about Muhammad. Ada juga hadits yang berkaitan dengan kata dan perbuatan para sahabat, tetapi mereka mungkin tidak memiliki berat yang sama seperti yang tentang Muhammad. Many actually believe that the Hadith was written hundreds of years after Muhammed died. Banyak benar-benar percaya bahwa Hadis ditulis ratusan tahun setelah Muhammad meninggal.
Non-Muslim scholars note that there is a great overlap between the records of early Islamic traditions. Non-sarjana Muslim dicatat bahwa ada tumpang tindih yang besar antara catatan tradisi Islam awal. Accounts of early Islam are also to be found in: Account Islam awal juga dapat ditemukan di:
* sira (stories, especially biographies of Muhammad) * Sira (cerita, terutama biografi Muhammad)
* tafsir (commentary on the Qur'an) * Tafsir (komentar pada Al-Qur'an)
* fiqh (jurisprudence) * Fiqh (yurisprudensi)
SSome of these accounts are also found as hadith; some aren't. SSome akun tersebut juga ditemukan sebagai hadits, ada juga yang tidak. For a Non-Muslim historian, these are all simply historical sources; for the Muslim scholar, hadith have a special status. Untuk sejarawan Non-Muslim, ini semua sumber hanya sejarah, karena ulama, hadis memiliki status khusus. They cite sura [Qur'an 7:157] (Yusuf Ali translation): Mereka mengutip surah [Qur'an 7:157] (Yusuf Ali translation):
“ Those who follow the messenger, the unlettered Prophet, whom they find mentioned in their own (scriptures),- in the Law and the Gospel;- for he commands them what is just and forbids them what is evil; he allows them as lawful what is good (and pure) and prohibits them from what is bad (and impure); He releases them from their heavy burdens and from the yokes that are upon them. "Mereka yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, yang mereka menemukan disebutkan dalam mereka sendiri (kitab suci), - dalam Taurat dan Injil, - karena ia memerintahkan mereka apa yang adil dan melarang mereka apa yang jahat, ia memungkinkan mereka sebagai yang sah apa yang baik (dan murni) dan melarang mereka dari apa yang buruk (dan najis); Ia melepaskan mereka dari beban berat mereka dan dari belenggu yang di atas mereka. So it is those who believe in him, honour him, help him, and follow the light which is sent down with him,- it is they who will prosper. Jadi orang-orang yang beriman kepadanya, menghormatinya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya, - itu adalah mereka yang akan beruntung. "
They take this and other Qur'anic verses to require Muslims to follow authentic hadith. Mereka mengambil ini dan ayat-ayat Al Qur'an lainnya untuk meminta Muslim untuk mengikuti hadits otentik. However, a growing number of "Quran-only" Muslims disagree with this view and interpret these verses differently; they argue that the hadith are of human creation and have no authority. Namun, semakin banyak "Quran hanya" Muslim tidak setuju dengan pandangan ini dan menafsirkan ayat-ayat ini berbeda, mereka berpendapat bahwa hadits adalah penciptaan manusia dan memiliki otoritas tidak.
Their argument is strengthened by verses of the Quran which criticize the following of "hadith other than quran", the Arabic word "hadith" means "sayings". Argumentasi mereka diperkuat dengan ayat-ayat dari Quran yang mengkritik mengikuti dari "hadis selain Alquran", kata Arab "hadis" berarti "perkataan".
Veracity of Hadith is examined by the science of Hadith in various ways. Kebenaran Hadis diperiksa oleh ilmu hadis dalam berbagai cara. The most common technique consists of a careful examination of the isnad, or chain of transmission. Teknik yang paling umum terdiri dari sebuah pemeriksaan yang cermat terhadap isnad, atau rantai penularan. Each hadith is accompanied by an isnad: A heard it from B who heard it from C who heard it from a companion of Muhammad. Setiap hadits disertai dengan isnad: A mendengar dari B yang mendengarnya dari C yang mendengarnya dari sahabat Muhammad. Isnads are carefully scrutinized to see if the chain is possible (for example, making sure that all transmitters and transmittees were known to be alive and living in the same area at the time of transmission to make sure they met ) and if the transmitters are reliable. Isnad secara hati-hati diteliti untuk melihat apakah rantai mungkin (misalnya, memastikan bahwa semua pemancar dan transmittees diketahui hidup dan tinggal di daerah yang sama pada saat transmisi untuk memastikan mereka bertemu) dan jika pemancar dapat diandalkan .
Examples of Hadith include decrees of law, wise aphorims, racist sayings and contradictory injunctions. Contoh Hadis termasuk keputusan hukum, aphorims bijaksana, perkataan rasis dan perintah bertentangan. For example: Sebagai contoh:
* "The blood of a Muslim may not be legally spilt other than in one of three [instances] : the married person who commits adultery; a life for a life; and one who forsakes his religion and abandons the community." * "Darah seorang muslim tidak boleh secara hukum tumpah selain dalam salah satu dari tiga [contoh]: menikah dengan orang yang melakukan perzinahan, hidup untuk kehidupan, dan orang yang meninggalkannya agamanya dan meninggalkan masyarakat."
* " Those guilty of homosexuality must be killed." * "Mereka bersalah karena homoseksualitas harus dibunuh."
* "The ink of the scholar is more precious than the blood of the martyr." * "Tinta seorang sarjana yang lebih berharga dari darah martir."
* "The last hour won't come before the Muslims would fight the Jews and the Muslims will kill them so Jews would hide behind rocks and trees. Then the rocks and tree would call: oh Muslim, oh servant of God! There is a Jew behind me, come and kill him." * "Satu jam terakhir tidak akan datang sebelum kaum muslimin akan memerangi orang-orang Yahudi dan Muslim akan membunuh mereka sehingga orang Yahudi akan bersembunyi di balik batu dan pohon:. Lalu batu dan pohon akan memanggil muslim, oh hamba Allah! Oh Ada Yahudi di belakangku, datang dan membunuhnya. "
* "Had it not been for Jews, food would not become stale.” * "Kalau bukan karena Yahudi, makanan tidak akan menjadi basi."
* "One learned man is harder on the devil than a thousand worshippers." * "Satu dipelajari manusia adalah lebih keras pada iblis dari seribu jamaah."
* "Riches are not from an abundance of worldly goods, but from a contented mind." * "Kekayaan yang bukan dari kelimpahan barang-barang duniawi, melainkan dari pikiran yang puas."
* "He who wishes to enter the paradise at the best door must please his mother and father." * "Dia yang ingin masuk surga di pintu terbaik harus menyenangkan ibu dan ayahnya."
* "No man is a true believer unless he desires for his brother that he desires for himself." * "Tidak ada orang yang beriman sejati kecuali dia keinginan untuk saudaranya yang dia inginkan untuk dirinya sendiri."
* "When the bier of anyone passes by you, whether Jew, Christian, or Muslim, rise to your feet." * "Ketika usungan jenazah dari siapapun lewat oleh Anda, apakah Yahudi, Kristen, atau Muslim, naik ke kaki Anda."
* "Do not urinate in holes - Jinns live there."[10] * "Jangan buang air kecil di lubang -. Jin tinggal di sana" [10]
* "The thing which is lawful but is disliked by God is divorce." * "Hal yang sah tetapi tidak disukai oleh Allah adalah perceraian."
* "Women are twin-halves of men." * "Wanita-bagian kembar laki-laki."
* "Actions will be judged according to intentions.” * "Tindakan akan dinilai sesuai dengan niat."
* "That which is lawful is clear and that which is unlawful likewise, but there are certain doubtful things between the two from which it is well to abstain." * "Itu yang sah adalah jelas dan yang haram juga, tetapi ada hal-hal ragu tertentu antara dua dari yang baik untuk abstain."
* "The proof of a Muslim's sincerity is that he pays no attention to that which is not his business." * "Bukti ketulusan seorang Muslim adalah bahwa ia membayar tidak memperhatikan apa yang bukan urusannya."
* "That person is nearest to God, who pardons…him who would have injured him." * "Orang itu paling dekat dengan Allah, yang pengampunan ... dia yang akan terluka dia."
* "…yield obedience to my successor, although he may be an Abyssinian slave." * "... Ketaatan menyerah pada pengganti saya, meskipun ia mungkin menjadi budak Abyssinian."
* "Admonish your wives with kindness." * "Istri menegur Anda dengan kebaikan."
* "One hour's meditation on the work of the Creator is better than seventy years of prayer." * "Meditasi Satu jam pada karya Sang Pencipta lebih baik daripada tujuh puluh tahun doa."
* "God says: '...whoso seeketh to approach Me one span, I seek to approach one cubit; and whoso seeketh to approach Me one cubit, I seek to approach two fathoms; and whoso walketh towards Me, I run towards him!'" * "Tuhan berkata:" ... siapapun yang memeluk barangsiapa mendekati-Ku satu rentang, saya berusaha untuk pendekatan satu hasta, dan siapapun yang memeluk barangsiapa mendekati-Ku satu hasta, saya berusaha untuk pendekatan dua depa, dan barangsiapa walketh terhadap Aku, aku berlari ke arahnya ! '"

KmUs KcIl TeNtNg kAjI4n IlMu haDiSt

Kamis, 04 November 2010

Adil (dalam periwayatan):
Orang yang selalu melaksanakan segala perintah agama, dan menjauhi segala larangan dalam agama. Dan salah satu syarat hadis shahih ialah rowinya adil.
Ala SyartilBukhari:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat Imam Bukhari, maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari.
Ala SyartisSyaikhin:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat dua syekh, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim. Maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Ahwali:
Hadis yang menceritakan hal ihwal Rasulullah, misalkan keadaan fisik, sifat, dan karakter Rasulullah Saw.
Atsar:
Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar adalah hadis yang disandarkan kepada Sahabat Rasulullah Saw.
Aushatut Tabi’in:
Tabi’in pertengahan, yaitu Tabi’in yang tidak terlalu banyak menerima hadits dari Sahabat. Seperti: Kuraib dan Muhamad bin Ibrahim At-Taimi.
Aziz:
Hadis yang diriwayatkan melalui dua jalan sanad
Ahad:
Hadis yang jalan sanadnya kurang dari derajat Mutawatir, hadis ahad ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Yang termasuk ke dalam hadis ahad ialah hadis masyhur, hadis aziz, dan hadis ghorib.
Bayan:
Menjelasakan, artinya hadis berfungsi untuk menjelaskan kandungan isi Al-Qur’an.
Bayan At-Taqrir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-taqrir, artinya hadis berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan didalam Al-Qur’an.
Bayan At-Tafsir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-tafsir, artinya memberikan tafsiran terhadap ayat Al-Qur’an.
Dhabit:
Dia seorang perowi yang dhabit, artinya dia seorang periwayat hadis yang kuat hapalannya.
Dhaif:
Hadis yang lemah
Dirayatan:
Ilmu untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu riwayat.
Fi’liyyah:
Hadis yang menerangkan keadaan/perbuatan Rasulullah Saw.
Gharib:
Hadis yang diriwayatkan hanya melalui satu jalan sanad
Hadist:
Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
Hasan:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sanadnya bersambung, tidak janggal, tidak terrdapat illat (cacat), akan tetapi terdapat perowinya yang kurang kuat hapalannya.
Hammi:
Hadis yang menerangkan keinginan kuat Rasulullah Saw. akan tetapi tidak sempat terealisasi.
Ikhtisarul Hadis:
Meringkas hadis, misalkan dari hadis yang panjang diambil bagian yang dianggap perlu saja.
I’lam:
Memberi tahukan, yaitu seorang syekh memberi tahu kepada seorang rowi dengan tanpa disertai ijin untuk meriwayatkan darinya.
Ijazah:
Mengijinkan, yaitu seorang guru mengijinkan muridnya untuk meriwayatkan hadis atau riwayat, dengan cara memberi ijin dengan ucapan maupun tulisan.
Ikhtilat:
Kerusakan pada hapalan seorang rowi
Isnad:
Menyandarkan, misal Imam Muslim berkata, Abdun bin Humaid menceritakan kepadanya. Hal seperti ini disebut Isnad, artinya Imam Muslim menyandarkan kepada Abdun bin Humaid.
Ittisal:
Persambungan sanad, dari awal sanad sampai akhir sanad.
Jarh:
Kecacatan pada perawi hadis karena sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitannya.
Khabar:
Khabar secara bahasa artinya berita, dan pengertiannya secara istilah para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Ada pula yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Saw.
Kibarut Tabi’in:
Tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadist dari sahabat, seperti: Basyir bin Nasikh As-Sadusi, Abul Aswad Ad-Dili, Rib,I bin Hirasy, Zaid bin Wahb Abu Sulaiman Al-Kufi, Humaid bin Hilal Al-‘adwi, Said bin Al-Musaiyyab.
Ma’ruf:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah serta menentang riwayat dari rowi yang lebih lemah. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Ma’lul:
Hadis yang kelihatannya shah, akan tetapi setelah diperiksa terdapat cacat padanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Majhul:
Hadis yang dalam sanadnya ada rowi yang tidak dikenal oleh ulama, dan hadisnya tidak diketahui, melainkan dari jalan seorang rowi saja. Terdapat lima pandangan terhadap hadis ini. Riwayatnya diterima dengan mutlak, tidak diterima riwayatnya dengan mutlak, riwayatnya diterima apabila rowi yang meriwayatkannya meriwayatkan dari orang yang terpercaya, diterima apabila rowinya dipuji oleh seorang ulama ahli Jarh dan Ta’dil, dan pandangan yang terakhir diterima apabila rowi itu masyhur, dan kemasyhurannya selain masyhur dalam ilmu dan riwayat.
Maqlub:
Hadis yang pada sanad atau matannya ada pertukaran, terbalik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maqbul:
Hadis yang dapat diterima kehujjahannya, karena telah memenuhi syarat-syarat hadis shahih.
Maqtu’:
Hadis yang disandarkan kepada Tabi’in. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Akan tetapi meskipun shahih, hadis maqtu’ tidak bisa dijadikan hujjah atau dalil, sebab hadis maqtu bukan perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi, melainkan Tabi’in.
Marfu’:
Hadis Marfu’ terbagi kepada dua jenis, yaitu tashrihan (secara terang-terangan/ secara langsung menunjukan kepada marfu’) dan hukman (tidak secara langsung menunjukan kepada marfu’). Contoh: “Abu Hurairah telah berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda…”, Contoh ini disebut marfu’ tashrihan, karena dalam contoh ini secara terang-terangan disebutkan “telah bersabda Rasulullah”. Dan yang termasuk marfu’ hukman, misalkan: “Dari Umar, ia telah berkata: “Doa itu terhenti antara langit dan bumi…”. Contoh ini disebut marfu, meskipun disitu tidak dicantumkan nama Nabi. Sebab hal-hal tentang doa adalah sesuatu yang ghaib, hanya Allah yang mengetahuinya, dan para Nabi melalui wahyu. Jadi secara tidak langsung Umar telah mengatakan pengetahuannya dari Nabi. Hadis marfu ada yang shahih, hasan dan dhaif.
Mardud:
Hadis yang ditolak karena tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul.
Masruq:
Masruq artinya yang dicuri, dan secara istilah para ahli hadis ialah suatu hadis yang ditukar rawinya dengan rawi yang lain, supaya menjadi ganjil dan supaya diterima dan disukai hadisnya oleh ahli hadis. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Masyhur:
Hadis yang jalan sanadnya cukup banyak, akan tetapi tidak memenuhi syarat mutawatir.
Matan:
Isi hadis, lafal-lafal hadis.
Matruk:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh berdusta, banyak kekeliruan, lalai, fasik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maudlu:
Hadits maudlu ialah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. tidak pernah berkata atau berbuat demikian. Dalam kata lain hadis maudlu disebut juga hadis palsu. Hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mauquf:
Hadis yang disandarkan kepada sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif, akan tetapi meskipun shahih, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mubbayyin:
Yang memberikan penjelasan, dalam arti hadis sebagai mubbayyin terhadap Al-Qur’an.
Mubham:
Hadis yang pada matan atau sanadnya ada orang yang tidak disebut namanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi seorang ulama mengatakan, bagi kitab bukhari sudah tidak bisa dikatakan mubaham lagi pada hadis-hadis mubhamnya, sebab nama-nama itu sudah dijelaskan/ disebutkan oleh Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam kitab Fathul-Baari. Melainkan hanya beberapa rowi mubham dalam matan saja.
Muharraf:
Hadis yang pada sanad atau matannya terjadi perubahan karena harakat, dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “abiy” (bapakku), padahal yang sepenarnya, “ubay” (nama salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif. Diantara ulama ada yang menganggap hadis Muharraf sama saja dengan hadis Mushahhaf. (Lihat Mushahhaf dibawah pada jajaran Mus).
Muhmal:
Hadis yang pada sanadnya terdapat nama, gelar, sifat rowi yang memiliki kesamaan dengan rowi yang lain, dan tidak ada perbedaan (dalam aspek peninjauan ilmu hadis). Misal dalam sebuah hadis terdapat rowi yang bernama Ismail bin Muslim. Selain rowi itu, ada juga rowi lain yang bernama Ismail bin Muslim. Sehingga tidak bisa ditentukan pada hadis itu yang meriwayatkan Ismail bin Muslim yang mana. Maka dari itu hadis ini dinamakan hadis Muhmal, artinya ditinggalkan dan dikategorikan hadis dhaif.
Mukhtalit:
Rowi yang mengalami kerusakan pada hapalannya dengan beberapa sebab, yakni berkurangnya usia (bertambah tua), mengalami kebutaan, hilang kitab-kitabnya, hadis yang diriwayatkan rowi tersebut dikategorikan dhaif, karena riwayat yang dia riwayatkan disertai keragu-raguan.
Mukhadramun:
Orang yang hidup separuh dijaman jahiliyah dan separuh di jaman Rasulullah Saw. serta masuk Islam, akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw.
Mu’dlal:
Hadis yang ditengah sanadnya gugur dua orang rowi atau lebih. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mu’annan:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “anna” atau “inna”, misalkan “anna aisyata” (sesungguhnya aishah). Lafadz seperti ini menunjukan bahwa dia tidak pernah bertemu dengan Aisyah. Jika didalam bahasa Indonesia, biasanya dengan kata “bahwa”, misalkan si A berkata, “Imam Ar-raghib menjelaskan bahwa asal arti dari kata fatana ialah….”. Kalimat seperti itu menunjukan bahwa si A tidak pernah bertemu dengan Imam Ar-Raghib. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi apabila rowi-rowinya ternyata orang-orang jujur, bukan mudallis, dan ada keterangan yang menerangkan bahwa rowinya bertemu dengan orang yang disandarinya dalam menerima hadis itu maka bisa hilang kelemahannya.
Mu’an’an:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “an”. Keterangannya sama seperti hadis muannan, yaitu tergolong hadis dhaif, kecuali ada syarat-sayarat yang terpenuhi sehingga hilang kelemahannya.
Mu’allaq:
Hadis yang tergantung. Hadis yang dari permulaan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih dengan berturut-turut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalas:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, yang mana rowi itu bertemu dan sejaman dengannya. Akan tetapi sebenarnya dia tidak mendengar dari orang tersebut, dan ragu-ragu, seolah-olah rowi itu merasa mendengar dari orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalis:
Pelaku hadis Muddalas.
Mudawwin:
Sebutan bagi orang yang membukukan hadis, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mudraj:
Hadis yang sanad atau matannya bercampur dengan yang bukan dari bagiannya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Matan:
Hadis yang tercampuri perkataan rowi, baik di awal matan, pertengahan matan, dan akhir matan. Sehingga seolah-olah semuanya adalah sabda Nabi Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Isnad:
Hadis yang tercampuri pada sanad, misalkan ada dua hadis yang sama matannya akan tetapi berbeda sanadnya. Lalu ada rowi yang meriwayatkan hadis tersebut dengan menyatukan dua sanad yang berbeda tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudltharib:
Hadis yang sanad atau matannya, atau sanad dan matannya diperselisihkan, dan tidak bisa diputuskan mana yang kuat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munkar:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat yang lebih ringan lemahnya, hadisnya tunggal, matannya tidak diketahui selain dari orang yang meriwayatkannya, dan rowinya jauh daripada kuatnya hapalan. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munqalib:
Sebenarnya munqalib sama seperti maqlub, akan tetapi hadis munqalib terjadi keterbalikannya pada matan (isi hadis), jadi munqalib adalah hadis yang terbalik pada isinya sehingga berubah maknanya. Hadis ini tergolong kepada hadis dhaif.
Munqhati:
Hadis yang di pertengahan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih, tetapi tidak berturut-turut.Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal:
Hadis yang gugur sanadnya sebelum sahabat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Jali:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi, yang mana dia meriwayatkan dari seseorang, padahal rowi tersebut tidak sejaman dan tidak pernah bertemu dengan orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Khafi:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dan bertemu dengan orang tersebut, akan tetapi padahal dia tidak menerima hadis itu atau tidak pernah menerima satupun hadis darinya. Atau Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dengan orang tersebut, akan tetapi dia tidak pernah bertemu. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mushahhaf:
Hadis yang pada huruf sanad atau matannya terjadi perubahan karena titik dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “Iddahinuw ghibbaan”, menjadi “idzhabuw a’nnaa”. Pada contoh ini perubahan terjadi pada, dal yang ditambah titik menjadi dza, nun yang berpindah titik menjadi ba, gha yang hilang titiknya menjadi ain, dan ba yang berpindah titik menjadi nun. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Musnad:
Sebutan untuk kumpulan hadis dengan menyebutkan sanadnya. Sebutan untuk sebuah kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan cara penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat.
Mutafaqun Alaihi:
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mutashil:
Orang yang tashahul (lihat tashahul dibawah)
Musnid:
Yang menyandarkan atau sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadis dengan menyebutkan sanadnya.
Mutabi’:
Hadis yang sanadnya menguatkan sanad yang lain dalam hadis yang sama. Mutabi’ terbagi kepada dua, yaitu:
Mutabi’ Tam:
Mutabi’ yang sempurna, yaitu apabila sanad itu menguatkan rowi yang pertama. Misal Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari A, A dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Lalu kita temukan Imam Muslim meriwayatkan hadis yang serupa dengan jalan sanad yang sama, maka Imam Muslim disebut Mutabi’ Tam, karena telah menguatkan rowi yang pertama yaitu Imam Bukhari.
Mutabi’ Qashir:
Mutabi’ yang kurang sempurna. Kembali pada contoh diatas, ternyata kita tidak menemukan rowi lain yang menggantikan Imam Bukhari, melainkan yang kita temukan pengganti A, misalkan M. Maka M disebut Mutabi’ qashir. Jadi hadis itu sanadnya selain yang diatas, ada juga yang begini Imam Bukhari dari M, M dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Hadis Mutabi’ ada yang shahih, hasan, dan dhaif.
Mutawatir:
Hadis yang diriwayatkan dengan banyak sanad, yang mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
Mutawatir Lafdzi:
Hadis yang mutawatir secara lafadz.
Mutawatir Ma’nawi:
Hadis yang berbeda akan tetapi makna dan tujuannya sama.
Riwayatan:
Ilmu untuk membicarakan riawayat yang sudah ditetapkan melalui Ilmu Dirayatan.
Sahabat:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Rasulullah Saw, mengimani dan membenarkan risalah Nabi (Islam).
Sanad:
Sandaran.
Shahih:
Hadits yang sah (tidak memiliki cacat) bisa diterima dan bisa dijadikan dalil. Karena diriwayatkan oleh orang yang adil (taqwa), hapalannya baik, sanadnya bersambung, tidak bercacat, dan tidak janggal.
Shahih lidzatihi:
Shahih karena dzatnya, bukan karena dibantu oleh riwayat lain yang serupa dengannya
Shahih lighoirihi:
Shahih karena dikuatkan oleh riwayat lain yang serupa dengannya.
Shigharut Tabi’in:
Tabi’in kecil, yaitu Tabi’in yang sedikit sekali meriwayatkan hadits dari sahabat. Seperti: Ma’ruf bin Khurrabudz Al-Maki dan Al-Ja’d bin Abdurrahman.
Sima’:
Penerimaan hadis dengan cara mendengarkan sendiri perkataan gurunya.
Syadz:
Hadis yang isinya bertentangan dengan hadis atau dalil lain yang lebih kuat.
Ta’dil:
Kebalikan dari Jarh, artinya Ta’dil ialah upaya untuk menetapkan bahwa seorang rowi termasuk bisa diterima hadisnya. Ada beberapa syarat seorang rowi bisa diterima hadisnya, yaitu: muslim, baligh, berakal, adil, benar, bisa dipercaya, amanah, tidak suka maksiat, sadar, hafazh (dhabit), tidak dungu, tidak pelupa, tidak berubah akalnya (ikhtilat), tidak sering salah, tidak sering menyalahi orang lain dalam meriwayatkan, dikenal oleh ahli hadis, tidak menerima talqin, tidak suka mempermudah, bukan ahli bid’ah yang menjadikan kekufuran. Untuk mengetahui apakah syarat-syarat tersebut ada pada diri seorang rowi, diantaranya dengan ilmu ta’dil.
Tabi’in:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Sahabat, serta beragama Islam.
Tabi’ut Tabi’in:
Pengikut tabi’in.
Tadlis:
Menyamarkan
Talqin:
Menerima hadis dengan cara diajarkan oleh seseorang untuk menyebutkan nama rowi-rowi yang dia suka dalam sanadnya, padahal rowi itu tidak mendengar riwayat itu dari orang yang disebutkan.
Tadwin:
Pembukuan atau penulisan hadis.
Taqrir:
Hadis yang berisi ketetapan atau tidak berkomentarnya Rasulullah Saw. terhadap apa yang diperbuat oleh Sahabat.
Tashahul:
Mempermudah, maksudnya mempermudah suatu urusan. Dalam hadis, mempermudah suatu riwayat. Orang yang selalu mempermudah suatu urusan sering kali keliru dan salah, maka dari itu jika dalam suatu riwayat ada rowinya yang tasahul, maka riwayatnya di tolak/ lemah.
Tsiqoh:
Dia seorang rowi yang tsiqoh, artinya dia seorang rowi yang dapat dipercaya.

Adil (dalam periwayatan):
Orang yang selalu melaksanakan segala perintah agama, dan menjauhi segala larangan dalam agama. Dan salah satu syarat hadis shahih ialah rowinya adil.
Ala SyartilBukhari:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat Imam Bukhari, maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari.
Ala SyartisSyaikhin:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat dua syekh, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim. Maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Ahwali:
Hadis yang menceritakan hal ihwal Rasulullah, misalkan keadaan fisik, sifat, dan karakter Rasulullah Saw.
Atsar:
Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar adalah hadis yang disandarkan kepada Sahabat Rasulullah Saw.
Aushatut Tabi’in:
Tabi’in pertengahan, yaitu Tabi’in yang tidak terlalu banyak menerima hadits dari Sahabat. Seperti: Kuraib dan Muhamad bin Ibrahim At-Taimi.
Aziz:
Hadis yang diriwayatkan melalui dua jalan sanad
Ahad:
Hadis yang jalan sanadnya kurang dari derajat Mutawatir, hadis ahad ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Yang termasuk ke dalam hadis ahad ialah hadis masyhur, hadis aziz, dan hadis ghorib.
Bayan:
Menjelasakan, artinya hadis berfungsi untuk menjelaskan kandungan isi Al-Qur’an.
Bayan At-Taqrir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-taqrir, artinya hadis berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan didalam Al-Qur’an.
Bayan At-Tafsir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-tafsir, artinya memberikan tafsiran terhadap ayat Al-Qur’an.
Dhabit:
Dia seorang perowi yang dhabit, artinya dia seorang periwayat hadis yang kuat hapalannya.
Dhaif:
Hadis yang lemah
Dirayatan:
Ilmu untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu riwayat.
Fi’liyyah:
Hadis yang menerangkan keadaan/perbuatan Rasulullah Saw.
Gharib:
Hadis yang diriwayatkan hanya melalui satu jalan sanad
Hadist:
Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
Hasan:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sanadnya bersambung, tidak janggal, tidak terrdapat illat (cacat), akan tetapi terdapat perowinya yang kurang kuat hapalannya.
Hammi:
Hadis yang menerangkan keinginan kuat Rasulullah Saw. akan tetapi tidak sempat terealisasi.
Ikhtisarul Hadis:
Meringkas hadis, misalkan dari hadis yang panjang diambil bagian yang dianggap perlu saja.
I’lam:
Memberi tahukan, yaitu seorang syekh memberi tahu kepada seorang rowi dengan tanpa disertai ijin untuk meriwayatkan darinya.
Ijazah:
Mengijinkan, yaitu seorang guru mengijinkan muridnya untuk meriwayatkan hadis atau riwayat, dengan cara memberi ijin dengan ucapan maupun tulisan.
Ikhtilat:
Kerusakan pada hapalan seorang rowi
Isnad:
Menyandarkan, misal Imam Muslim berkata, Abdun bin Humaid menceritakan kepadanya. Hal seperti ini disebut Isnad, artinya Imam Muslim menyandarkan kepada Abdun bin Humaid.
Ittisal:
Persambungan sanad, dari awal sanad sampai akhir sanad.
Jarh:
Kecacatan pada perawi hadis karena sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitannya.
Khabar:
Khabar secara bahasa artinya berita, dan pengertiannya secara istilah para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Ada pula yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Saw.
Kibarut Tabi’in:
Tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadist dari sahabat, seperti: Basyir bin Nasikh As-Sadusi, Abul Aswad Ad-Dili, Rib,I bin Hirasy, Zaid bin Wahb Abu Sulaiman Al-Kufi, Humaid bin Hilal Al-‘adwi, Said bin Al-Musaiyyab.
Ma’ruf:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah serta menentang riwayat dari rowi yang lebih lemah. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Ma’lul:
Hadis yang kelihatannya shah, akan tetapi setelah diperiksa terdapat cacat padanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Majhul:
Hadis yang dalam sanadnya ada rowi yang tidak dikenal oleh ulama, dan hadisnya tidak diketahui, melainkan dari jalan seorang rowi saja. Terdapat lima pandangan terhadap hadis ini. Riwayatnya diterima dengan mutlak, tidak diterima riwayatnya dengan mutlak, riwayatnya diterima apabila rowi yang meriwayatkannya meriwayatkan dari orang yang terpercaya, diterima apabila rowinya dipuji oleh seorang ulama ahli Jarh dan Ta’dil, dan pandangan yang terakhir diterima apabila rowi itu masyhur, dan kemasyhurannya selain masyhur dalam ilmu dan riwayat.
Maqlub:
Hadis yang pada sanad atau matannya ada pertukaran, terbalik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maqbul:
Hadis yang dapat diterima kehujjahannya, karena telah memenuhi syarat-syarat hadis shahih.
Maqtu’:
Hadis yang disandarkan kepada Tabi’in. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Akan tetapi meskipun shahih, hadis maqtu’ tidak bisa dijadikan hujjah atau dalil, sebab hadis maqtu bukan perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi, melainkan Tabi’in.
Marfu’:
Hadis Marfu’ terbagi kepada dua jenis, yaitu tashrihan (secara terang-terangan/ secara langsung menunjukan kepada marfu’) dan hukman (tidak secara langsung menunjukan kepada marfu’). Contoh: “Abu Hurairah telah berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda…”, Contoh ini disebut marfu’ tashrihan, karena dalam contoh ini secara terang-terangan disebutkan “telah bersabda Rasulullah”. Dan yang termasuk marfu’ hukman, misalkan: “Dari Umar, ia telah berkata: “Doa itu terhenti antara langit dan bumi…”. Contoh ini disebut marfu, meskipun disitu tidak dicantumkan nama Nabi. Sebab hal-hal tentang doa adalah sesuatu yang ghaib, hanya Allah yang mengetahuinya, dan para Nabi melalui wahyu. Jadi secara tidak langsung Umar telah mengatakan pengetahuannya dari Nabi. Hadis marfu ada yang shahih, hasan dan dhaif.
Mardud:
Hadis yang ditolak karena tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul.
Masruq:
Masruq artinya yang dicuri, dan secara istilah para ahli hadis ialah suatu hadis yang ditukar rawinya dengan rawi yang lain, supaya menjadi ganjil dan supaya diterima dan disukai hadisnya oleh ahli hadis. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Masyhur:
Hadis yang jalan sanadnya cukup banyak, akan tetapi tidak memenuhi syarat mutawatir.
Matan:
Isi hadis, lafal-lafal hadis.
Matruk:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh berdusta, banyak kekeliruan, lalai, fasik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maudlu:
Hadits maudlu ialah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. tidak pernah berkata atau berbuat demikian. Dalam kata lain hadis maudlu disebut juga hadis palsu. Hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mauquf:
Hadis yang disandarkan kepada sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif, akan tetapi meskipun shahih, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mubbayyin:
Yang memberikan penjelasan, dalam arti hadis sebagai mubbayyin terhadap Al-Qur’an.
Mubham:
Hadis yang pada matan atau sanadnya ada orang yang tidak disebut namanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi seorang ulama mengatakan, bagi kitab bukhari sudah tidak bisa dikatakan mubaham lagi pada hadis-hadis mubhamnya, sebab nama-nama itu sudah dijelaskan/ disebutkan oleh Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam kitab Fathul-Baari. Melainkan hanya beberapa rowi mubham dalam matan saja.
Muharraf:
Hadis yang pada sanad atau matannya terjadi perubahan karena harakat, dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “abiy” (bapakku), padahal yang sepenarnya, “ubay” (nama salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif. Diantara ulama ada yang menganggap hadis Muharraf sama saja dengan hadis Mushahhaf. (Lihat Mushahhaf dibawah pada jajaran Mus).
Muhmal:
Hadis yang pada sanadnya terdapat nama, gelar, sifat rowi yang memiliki kesamaan dengan rowi yang lain, dan tidak ada perbedaan (dalam aspek peninjauan ilmu hadis). Misal dalam sebuah hadis terdapat rowi yang bernama Ismail bin Muslim. Selain rowi itu, ada juga rowi lain yang bernama Ismail bin Muslim. Sehingga tidak bisa ditentukan pada hadis itu yang meriwayatkan Ismail bin Muslim yang mana. Maka dari itu hadis ini dinamakan hadis Muhmal, artinya ditinggalkan dan dikategorikan hadis dhaif.
Mukhtalit:
Rowi yang mengalami kerusakan pada hapalannya dengan beberapa sebab, yakni berkurangnya usia (bertambah tua), mengalami kebutaan, hilang kitab-kitabnya, hadis yang diriwayatkan rowi tersebut dikategorikan dhaif, karena riwayat yang dia riwayatkan disertai keragu-raguan.
Mukhadramun:
Orang yang hidup separuh dijaman jahiliyah dan separuh di jaman Rasulullah Saw. serta masuk Islam, akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw.
Mu’dlal:
Hadis yang ditengah sanadnya gugur dua orang rowi atau lebih. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mu’annan:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “anna” atau “inna”, misalkan “anna aisyata” (sesungguhnya aishah). Lafadz seperti ini menunjukan bahwa dia tidak pernah bertemu dengan Aisyah. Jika didalam bahasa Indonesia, biasanya dengan kata “bahwa”, misalkan si A berkata, “Imam Ar-raghib menjelaskan bahwa asal arti dari kata fatana ialah….”. Kalimat seperti itu menunjukan bahwa si A tidak pernah bertemu dengan Imam Ar-Raghib. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi apabila rowi-rowinya ternyata orang-orang jujur, bukan mudallis, dan ada keterangan yang menerangkan bahwa rowinya bertemu dengan orang yang disandarinya dalam menerima hadis itu maka bisa hilang kelemahannya.
Mu’an’an:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “an”. Keterangannya sama seperti hadis muannan, yaitu tergolong hadis dhaif, kecuali ada syarat-sayarat yang terpenuhi sehingga hilang kelemahannya.
Mu’allaq:
Hadis yang tergantung. Hadis yang dari permulaan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih dengan berturut-turut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalas:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, yang mana rowi itu bertemu dan sejaman dengannya. Akan tetapi sebenarnya dia tidak mendengar dari orang tersebut, dan ragu-ragu, seolah-olah rowi itu merasa mendengar dari orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalis:
Pelaku hadis Muddalas.
Mudawwin:
Sebutan bagi orang yang membukukan hadis, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mudraj:
Hadis yang sanad atau matannya bercampur dengan yang bukan dari bagiannya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Matan:
Hadis yang tercampuri perkataan rowi, baik di awal matan, pertengahan matan, dan akhir matan. Sehingga seolah-olah semuanya adalah sabda Nabi Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Isnad:
Hadis yang tercampuri pada sanad, misalkan ada dua hadis yang sama matannya akan tetapi berbeda sanadnya. Lalu ada rowi yang meriwayatkan hadis tersebut dengan menyatukan dua sanad yang berbeda tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudltharib:
Hadis yang sanad atau matannya, atau sanad dan matannya diperselisihkan, dan tidak bisa diputuskan mana yang kuat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munkar:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat yang lebih ringan lemahnya, hadisnya tunggal, matannya tidak diketahui selain dari orang yang meriwayatkannya, dan rowinya jauh daripada kuatnya hapalan. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munqalib:
Sebenarnya munqalib sama seperti maqlub, akan tetapi hadis munqalib terjadi keterbalikannya pada matan (isi hadis), jadi munqalib adalah hadis yang terbalik pada isinya sehingga berubah maknanya. Hadis ini tergolong kepada hadis dhaif.
Munqhati:
Hadis yang di pertengahan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih, tetapi tidak berturut-turut.Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal:
Hadis yang gugur sanadnya sebelum sahabat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Jali:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi, yang mana dia meriwayatkan dari seseorang, padahal rowi tersebut tidak sejaman dan tidak pernah bertemu dengan orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Khafi:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dan bertemu dengan orang tersebut, akan tetapi padahal dia tidak menerima hadis itu atau tidak pernah menerima satupun hadis darinya. Atau Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dengan orang tersebut, akan tetapi dia tidak pernah bertemu. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mushahhaf:
Hadis yang pada huruf sanad atau matannya terjadi perubahan karena titik dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “Iddahinuw ghibbaan”, menjadi “idzhabuw a’nnaa”. Pada contoh ini perubahan terjadi pada, dal yang ditambah titik menjadi dza, nun yang berpindah titik menjadi ba, gha yang hilang titiknya menjadi ain, dan ba yang berpindah titik menjadi nun. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Musnad:
Sebutan untuk kumpulan hadis dengan menyebutkan sanadnya. Sebutan untuk sebuah kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan cara penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat.
Mutafaqun Alaihi:
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mutashil:
Orang yang tashahul (lihat tashahul dibawah)
Musnid:
Yang menyandarkan atau sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadis dengan menyebutkan sanadnya.
Mutabi’:
Hadis yang sanadnya menguatkan sanad yang lain dalam hadis yang sama. Mutabi’ terbagi kepada dua, yaitu:
Mutabi’ Tam:
Mutabi’ yang sempurna, yaitu apabila sanad itu menguatkan rowi yang pertama. Misal Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari A, A dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Lalu kita temukan Imam Muslim meriwayatkan hadis yang serupa dengan jalan sanad yang sama, maka Imam Muslim disebut Mutabi’ Tam, karena telah menguatkan rowi yang pertama yaitu Imam Bukhari.
Mutabi’ Qashir:
Mutabi’ yang kurang sempurna. Kembali pada contoh diatas, ternyata kita tidak menemukan rowi lain yang menggantikan Imam Bukhari, melainkan yang kita temukan pengganti A, misalkan M. Maka M disebut Mutabi’ qashir. Jadi hadis itu sanadnya selain yang diatas, ada juga yang begini Imam Bukhari dari M, M dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Hadis Mutabi’ ada yang shahih, hasan, dan dhaif.
Mutawatir:
Hadis yang diriwayatkan dengan banyak sanad, yang mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
Mutawatir Lafdzi:
Hadis yang mutawatir secara lafadz.
Mutawatir Ma’nawi:
Hadis yang berbeda akan tetapi makna dan tujuannya sama.
Riwayatan:
Ilmu untuk membicarakan riawayat yang sudah ditetapkan melalui Ilmu Dirayatan.
Sahabat:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Rasulullah Saw, mengimani dan membenarkan risalah Nabi (Islam).
Sanad:
Sandaran.
Shahih:
Hadits yang sah (tidak memiliki cacat) bisa diterima dan bisa dijadikan dalil. Karena diriwayatkan oleh orang yang adil (taqwa), hapalannya baik, sanadnya bersambung, tidak bercacat, dan tidak janggal.
Shahih lidzatihi:
Shahih karena dzatnya, bukan karena dibantu oleh riwayat lain yang serupa dengannya
Shahih lighoirihi:
Shahih karena dikuatkan oleh riwayat lain yang serupa dengannya.
Shigharut Tabi’in:
Tabi’in kecil, yaitu Tabi’in yang sedikit sekali meriwayatkan hadits dari sahabat. Seperti: Ma’ruf bin Khurrabudz Al-Maki dan Al-Ja’d bin Abdurrahman.
Sima’:
Penerimaan hadis dengan cara mendengarkan sendiri perkataan gurunya.
Syadz:
Hadis yang isinya bertentangan dengan hadis atau dalil lain yang lebih kuat.
Ta’dil:
Kebalikan dari Jarh, artinya Ta’dil ialah upaya untuk menetapkan bahwa seorang rowi termasuk bisa diterima hadisnya. Ada beberapa syarat seorang rowi bisa diterima hadisnya, yaitu: muslim, baligh, berakal, adil, benar, bisa dipercaya, amanah, tidak suka maksiat, sadar, hafazh (dhabit), tidak dungu, tidak pelupa, tidak berubah akalnya (ikhtilat), tidak sering salah, tidak sering menyalahi orang lain dalam meriwayatkan, dikenal oleh ahli hadis, tidak menerima talqin, tidak suka mempermudah, bukan ahli bid’ah yang menjadikan kekufuran. Untuk mengetahui apakah syarat-syarat tersebut ada pada diri seorang rowi, diantaranya dengan ilmu ta’dil.
Tabi’in:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Sahabat, serta beragama Islam.
Tabi’ut Tabi’in:
Pengikut tabi’in.
Tadlis:
Menyamarkan
Talqin:
Menerima hadis dengan cara diajarkan oleh seseorang untuk menyebutkan nama rowi-rowi yang dia suka dalam sanadnya, padahal rowi itu tidak mendengar riwayat itu dari orang yang disebutkan.
Tadwin:
Pembukuan atau penulisan hadis.
Taqrir:
Hadis yang berisi ketetapan atau tidak berkomentarnya Rasulullah Saw. terhadap apa yang diperbuat oleh Sahabat.
Tashahul:
Mempermudah, maksudnya mempermudah suatu urusan. Dalam hadis, mempermudah suatu riwayat. Orang yang selalu mempermudah suatu urusan sering kali keliru dan salah, maka dari itu jika dalam suatu riwayat ada rowinya yang tasahul, maka riwayatnya di tolak/ lemah.
Tsiqoh:
Dia seorang rowi yang tsiqoh, artinya dia seorang rowi yang dapat diperca